Pages

Biografi Ibnu Katsir


          Biografi Ibnu Katsir
Nama kecil Ibn Katsir adalah Ismail. Nama lengkapnya adalah ‘Imad ad-Din Abu al-Fida’ Ismail ibn ‘Amr ibn Zara’ al-Bushra al-Dimasqi. Lahir di desa Mijdal dalam wilayah Busra (Bashrah), tahun 700 H/1301 M. oleh karena itu, ia mendapat predikat al-Bushrawi (orang Bushra).
Ibn Katsir berasal dari keluarga terhormat. Ayahnya seorang ulama terkemuka di masanya, Syihab ad-Din Abu Hafsoh Amr Ibn Katsir ibn Dhaw ibn Zara al-Quraisyi, pernah mendalami madzhab Hanafi, kendatipun menganut madzhab Syafi’i setelah menjadi khatib  di Bushra.
 Dalam usia kanak kanak, setelah ayahnya meninggal, Ibn Katsir diboyong kakaknya (Kamal ad-Din Abd al-Wahhab) dari desa kelahiranya ke Damaskus. Di kota inilah ia tinggal hingga akhir hayatnya. Karena kepindahan ini, ia mendapat predikat ad-Dimasqi (orang Damaskus).
  Hal yang sangat menguntungkan bagi Ibn Katsir dalam  pengembangan karir keilmuannya, adalah kenyataan bahwa di masa-masa pemerintahan dinasti Mamluk pusat-pusat studi Islam seperti madrasah-madrasah dan masjid berkembang pesat. Perhatian para penguasa pusat di Mesir maupun penguasa daerah di Damaskus sangat besar terhadap studi Islam. Banyak ulama ternama di masa ini, yang akhirnya menjadi tempat Ibn Katsir menimba ilmu.
            Selain di dunia keilmuan, Ibn Katsir juga terlibat dalam urusan kenegaraan. Tercatat aktivitasnya pada bidang ini seperti, pada akhir tahun 741 H. ia ikut penyelidikan yang akhirnya menjatuhkan hukuman mati atas seorang sufi zindiq yang menyatakan Tuhan terdapat pada dirinya. Tahun 752 H, ia berhasil meninggalkan pemberontakan Amir Baibughah Urus, masa khalifah al-Mutadid bersama ulama lainya, pada tahun 759 H, ia pernah diminta untuk mengesahkan beberapa peristiwa kenegaraan lainya.
      Para ahli melekatkan beberapa gelar keilmuan kepada Ibn Katsir, sebagain kesaksian atas kepiawaiannya dalam beberapa bidang keilmuan yang ia geluti, yaitu : 
1.      Al-Hafizh, orang yang mempunyai kapasitas hafal 100.000 Hadits, matan maupun sanad, walaupun dari beberapa jalan mengetahui Hadits sahih, serta tahu istilah ilmu ini.
2.      Al-Muhaddis, orang yang ahli mengenai Hadits riwayah dan dirayah, imamnya, serta dapat mensahihkan dalam mempelajari dan mengambil faedahnya.
3.      Al-Faqih, gelar keilmuan bagi ulama yang ahli dalam ilmu hukum Islam (fiqh), namun tidak sampai pada tingkat mujtahid. Ia menginduk pada suatu mazhab yang ada, tapi tidak taqlid.
4.      Al-muarrikh, seorang yang ahli dalam sejarah atau sejarawan.
5.      Al-Mufassir, seorang yang ahli dalam bidang tafsir, yang menguasai perangkat-perangkatnya berupa ulum al-Quran dan memenuhi syarat-syarat mufassir.
Di antara lima predikat tersebut,al-hafizh merupakan gelar yang paling sering disandangkan pada Ibn Katsir. Ini terlihat pada penyebutan namanya pada karya-karyanya atau ketika menyebut pemikiranya. Gelar-gelar tersebut dalam keadaan tertentu saling menunjang misalnya, dalam tafsirnya Ibnu Katsir seakan mendemontrasikan keahlian-keahliannya untuk menganalisis dan mengemukakan materi tafsir. Atau secara terpisah gelar keahlian itu nampak pada karya-karya yang dihasilkan. Kelima gelar yang berhak disandang Ibn Katsir merupakan suatu kelebihan.
  Bukti keahlian Ibn Katsir dalam bidang tersebut dapat dilihat pada karya tulisnya. dan rupanya popularitas karya-karya tulis Ibn Katsir dalam bidang sejarah dan tafsirlah yang memberikan andil besar dalam mengangkat namanya menjadi tokoh ilmuan yang terkenal.
  Selama hidupnya Ibn Katsir didampingi seorang istri yang dicintainya bernama Zainab, putri al-Mizzi yang masih sebagai gurunya. Setelah menjalani dinamika kehidupan yang panjang, penuh dedikasi pada tuhannya, agama, negara, dan dunia keilmuan, 26 sya’ban 774 H, bertepatan dengan bulan februari 1373 M, pada hari kamis, Ibn Katsir dipanggil ke rahmat Allah.
     Aktivitas Keilmuan
Sejak kepindahan Ibn Katsir bersama kakaknya ke Damaskus, 707 H, ia mulai meniti karir keilmuan. Peran yang tidak sempat dimainkan oleh ayah dalam mendidik, dilaksanakan oleh Kamal ad-Din Abd al-Wahhab, sang kakak. Kegiatan keilmuan selanjutnya dijalani di bawah bimbingan ulama ternama di masanya.
Guru utama Ibn Katsir adalah Burhan ad-Din al-Fazari (660-729 H), seorang ulama, pemuka dan penganut mazhab Syafii dan Kamal ad-Din ibn Qadhi Syuhbah. Kepada keduanya dia belajar Fiqh dengan mengkaji b at-Tanbib karya asy-Syirazi, sebuah b furu Syafiiyyah, dan kitab Mukhtashar Ibn Hajib dalam bidang Ushul al-Fiqh. Berkat keduanya, Ibn Katsir menjadi ahli Fiqh sehingga menjadi tempat berkonsultasi para penguasa dalam persoalan-persoalan hukum.
Dalam bidang Hadits, ia belajar Hadits dari ulama Hijaz dan mendapat ijazah dari Alwani, serta meriwayatkannya secara langsung dari huffadz terkemuka di masanya, seperti syeikh Najm ad-Din ibn al-Asqalani dan Syihab ad-Din al-hajjar (w.730) yang lebih terkenal dengan sebutan Ibn al-Syahnah. Kepada al-Hafizh al-Mizzi (w.742 H), penulis kitab Tahdzib al-Kamal, ia belajar bidang Rijal al- Hadits. Beliau juga pernah berguru pada adz-Dzahabi (Muhammad bin Muhammad 1284-1348M.) yang menjadikannya dipercaya sebagai penggantinnya (1348 M.), di Turba Umm Shalih (Lembaga Pendidikan). Pada 756 H./1355 M. ia diangkat menjadi kepala Dar al-Hadits al Asyrafiyah (Lembaga Pendidikan Hadits), setelah hakim taqiy ad-Din ash-subhi (683-756 H.) meninggal dunia. Berkaitan dengan studi Hadits, pada bulan Sya’ban 766 H, ditunjuk mengorganisir pengkajian b shahib al-bukhari.
Dalam bidang sejarah, peranan al-Hafizh al-Birzali (w.739 H), sejarawan dari kota syam, cukup besar. Dalam mengupas peristiwa-peristiwa, Ibn Katsir mendasarkan pada kitab tarikh karya gurunya tersebut. Berkat al-Birzali dan Tarikhnya, Ibn Katsir menjadi sejarawan besar yang karyanya sering dijadikan rujukan utama dalam penulisan sejarah Islam.
             Pada usia 11 tahun menyelesaikan hafalan Al-Quran, dilanjutkan memperdalam ilmu qira’at, dari studi tafsir dan ilmu tafsir, dari syaikh al-Islam Ibn Taimiyyah (661-728 H), di samping ulama lain. Metode penafsiran Ibn Taimiyyah menjadi bahan acuan pada penulisan Tafsir Ibn Katsir.
  Pada bulan Syawal 767 H, Ibn Katsir dianugerahi jabatan imam dan guru besar tafsir di masjid negara (masjid Umayyah Damaskus), oleh Gubernur Mankali Bugha.) Gelar al-mufassir yang disandangkan kepada Ibn Katsir tidaklah berlebihan, sebagaimana yang disampaikan oleh al-Dawadi al-Mishri (w 945 H). Ibn Katsir merupakan ikutan para ulama dan hafizh, dan menjadi sandaran para ahli makna dan ahli lafazh.
1.      Badr ad-Din az-Zarkasyi (w. 794 H.), penulis kitab al-Burhan fi ulum al-Quran, kitab standar dalam ilmu tafsir
2.      Muhammad ibn al-Jazari (w. 883 H.) pengarang kitab an-Nasyr fial-Qiraat al-Asyr, kitab standar dalam ilmu qiraat.
3.      Al-Hafizh Abu al-Mahasan al-Husaini, penulis kitab Dzayl tadzkirah al-Huffazh, sebuah kitab penting dalam ilmu rijal Hadits
4.      Syihab ad-Din ibn Hiji (2. 816 H), seorang penulis buku penting dalam bidang tarikh.
Demikianlah aktifitas dalam seluruh hayatnya, sehingga ia selalu dikenang keharuman namanya setelah tiada..

0 comments:

Post a Comment

Komen yang tidak sesuai akan dihapus

Recent post

Share