Karya-karyanya
Sebagai penulis, Ibn Katsir tergolong
produktif. Beberapa judul karya tulis yang ia persembahkan merupakan “juru
bicara” betapa penguasaan dan kedalaman ilmunya dalam beberapa bidang kajian.
1. Bidang
Fiqh
a. al-ijtihad fi thalab al-jihad.
Ditulis tahun 1368-1369 M. untuk menggerakkan semangat juang dalam
mempertahankan pantai libanon-syiria dari sebuah serbuan raja franks dari
Cyprus. Karya ini banyak memperoleh inspirasi dari b Ibn Taimiyah : al-Siyasah al-Syariyyah.
b. Ahkam ala abwab at-Tanbih b
ini merupakan komentar dari kitab at-Tanbih
karya asy-Syirazi.
2. Bidang
Hadits
a. Al-Takmil fi ma’rifat ats-Tsiqat wa
al-Dhuafa wa al Majahil (5 jilid). Merupakan perpaduan dari
b Tahdzib al-Kamal karya al-Mizzi dan
mizan al-I’tidal karya adz-Dzahabi (w.748 H), berisi riwayat perawi-perawi
Hadits.
b. Jami al-Masanid wa as-Sunan (8
jilid). Berisi para sahabat yang meriwayatkan Hadits-Hadits yang dikumpulkan
dari al-Kutub as-Sittah, Musnad Ahmad,
Al-Bazzar dan Abu Ya’la serta Mu’jam
al-Kabir. Disusun berdasar tertib huruf.
c. Ikhtisar Ulum al-Hadits, Merupakan
ringkasan dari kitab Muqaddimah Ibn
Shalah (w. 642 H./1246 M.) Karya ini kemudian disyarah oleh Ahmad Muhammad
Syakir dengan judul : al-Baist al-Hadits
fi Ikhtishar Ulum al-Hadits.
d. Takhrij AHadits Adillah at-Tanbih
li Ulum al-Hadits atau dikenal dengan al-Baits al-Hadits merupakan takhrij terhadap
Hadits-Hadits yang digunakan dalil oleh asy-Syirazi dalam bnya at-Tanbih.
e. Syarh Shahih al-Bukhari, merupakan
b penjelasan terhadap Hadits-Hadits bukhari. kitab ini tidak selesai, tetapi
dilanjutkan oleh Ibn Hajar al-Asqalani (952 H./1449 M.).
3. Bidang
Sejarah
a. Al-Bidayah wa an Nihayah (14
jilid). Memaparkan berbagai peristiwa sejak awal penciptaan sampai
peristiwa-peristiwa yang terjadi pada tahun 768 H. sejarah dalam kitab ini
dapat dibagi menjadi dua bagian besar: pertama, sejarah kuno yang menuturkan
mulai dari riwayat penciptaan sampai keNabian Muhammad saw, dan kedua, sejarah
Islam mulai dari periode da’wah Nabi saw di Mekkah sampai pertengahan abad 8 H.
Kejadian-kejadian setelah hijrah disusun berdasarkan tahun kejadian.
b. Al-Fushul fi sirat ar-Rasul atau
as-sirah al-Nabawiyyah.
c. Thabaqat asy-Syafi’iyyah.
d. Manaqib al-Imam asy-Syafii
4. Bidang
Tafsir dan studi al-Quran
a. Fadhl Al-Quran, berisi
ringkasan sejarah Al-Quran. Pada beberapa terbitan, kitab ini ditempatkan pada
halaman akhir Tafsir Ibn Katsir,
sebagai penyimpanan.
b. Tafsir Al-Quran al-Azhim,
lebih dikenal dengan nama Tafsir Ibn
Katsir. Diterbitkan pertama kali
dalam 10 jilid, pada tahun 1342 H./1923 M. di Kairo.
Karakteristik
Tafsir Ibnu Katsir
Sebagaimana umumnya
kitab klasik atau kitab kuning. Tafsir
Ibn Katsir termasuk kitab yang kaya
materi. Di dalamnya, memuat bukan hanya materi tafsir Al-Quran, namun dapat
dikatakan berisi beberapa cabang ilmu keIslaman lainya, seperti: Hadits, fiqh,
sejarah (kisah), ilmu qira’at, dan lain-lain. Karena tafsir ma’tsur, maka Hadits yang disampaikan dilengkapi dengan ilmu
seluk beluk atau perangkat-perangkat keilmuan yang berkaitan dengan Hadits,
misalnya, ilmu jarh wa ta’dil, kritik
Hadits, rijal al-Hadits dan lain-lain. Keberadaan ini tidak lepas dengan
kedudukan Ibn Katsir sebagai ahli Hadits (al-muhaddis).
Untuk pembahasan Fiqh, Ibn Katsir seringkali
menguraikan secara panjang lebar. Di sini kendati dia berpegang pada suatu
madzhab, yaitu syafi’i, pendapat-pendapat dari mazhab lain, seperti Hanafi,
Maliki, Hanbali, dan pendapat-pendapat dari imam madzhab yang sudah tidak
berkembang disampaikan di antara pendapat madzhabnya. Hal ini menunjukkan
keterbukaannya dan membuka keterbukaan pembaca bnya untuk melihat terhadap
pendapat madzhab lain, selain madzhab yang dipegangi, agar tidak fanatik. Hal
ini menunjukkan keluasan pengetahuan di dalam bidang fiqh.
Dalam sejarah atau kisah, Ibn Katsir adalah
ahlinya. Namun demikian dia tidak berlebih-lebihan dalam menguraikan
kisah-kisah orang terdahulu yang disampaikan teks Al-Quran. Justru pengaruh
keahlianya nampak pada daya kritisnya dalam menyampaikan kisah Al-Quran, dengan
mengemukakan kritik sejarah terhadap para pendahulunya yang dianggap kurang pas
dalam menyampaikan kisah. Pada bagian ini dia menambahkan kisah yang bersumber
dari isra’iliyyah yang tidak
bertentangan dengan ajaran Islam. Demikian juga bidang-bidang keIslaman lain ia
sampaikan secara proporsional.
Sistematika
Tafsir Ibn Katsir
Sistematika
yang ditempuh Ibn Katsir dalam tafsiranya, yaitu menafsirkan seluruh ayat-ayat
Al-Quran sesuai susunannya dalam mushhaf Al-Quran,
ayat demi ayat dan surat demi surat dimulai dengan surah al-Fatihah dan
diakhiri dengan surat an-Nas, maka secara sistematika tafsir ini menempuh tartib mushhafi.
Patut disyukuri oleh penikmat tafsir bahwa Ibn
Katsir telah tuntas atau menyelesaikan sistematika di atas, dibanding mufassir
lain seperti : al-Mahalli (781-864 H.) dan Sayyid Muhammad Rasyid Ridha
(1282-1354 H.) yang tidak sempat menyelesaikan tafsirnya, sesuai sistematika tartib mushafi.
Pada
muqaddimah Ibn Katsir menulis tentang
cara penafsiran yang paling baik atau prinsip-prinsip penafsiran secara umum
serta argumen-argumen yang melatarbelakangi, yang ia tempuh pada tafsirnya. Apa
yang disampaikan di sini sangat prinsipil dan lugas dalam kaitanya dengan
tafsir matsur dan penafsiran secara umum. Karenanya, tidak
heran kalau sering dirujuk para penulis ulum
Al-Quran setelahnya.
Mengawali
penafsirannya, Ibn Katsir menyajikan sekelompok ayat yang berurutan, yang
dianggap berkaitan dan berhubungan dalam tema kecil. Cara ini tergolong model
baru pada masa itu. Pada masa sebelumnya atau semasa dengan Ibn Katsir, para
mufassir kebanyakan menafsirkan kata per kata atau kalimat per kalimat.
Penafsiran
perkelompok ayat ini membawa pemahaman pada adanya munasabah ayat dalam setiap kelompok ayat itu dalam tartib mushhaf. Dengan begini akan
diketahui adanya keintegralan pembahasan Al-Quran dalam satu tema kecil yang
dihasilkan kelompok ayat yang mengandung munasabah
antar ayat-ayat Al-Quran, yang mempermudah seseorang dalam memahami kandungan
Al-Quran serta yang paling penting adalah terhindar dari penafsiran secara
parsial (sepotong-sepotong) yang bisa
keluar dari maksud nashi. Dari cara
tersebut, menunjukkan adanya pemahaman lebih utuh yang dimiliki Ibn Katsir
dalam memahami adanya munasabah dalam
urutan ayat, selain munasabah antar
ayat (tafsir Al-Quran bi Al-Quran)
yang telah banyak diakui kelebihanya oleh para peneliti.
Mufassir
setelahnya, misalnya Rasyid Ridha dalam tafsir
al-Manar dan Musthafa al-Maraghi dalam Tafsir
al-Maraghi, juga mengawali penafsiranya dengan mengemukakan
kelompok-kelompok ayat.
0 comments:
Post a Comment
Komen yang tidak sesuai akan dihapus